Jombang – Perkembangan komunikasi digital memberikan ruang kesempatan bagi perempuan untuk berkembang. Perempuan banyak yang mempunyai karier bagus, pendidikan tinggi, dengan beragam tuntutan kebutuhan hidup.
Menunjang hal itu, menurut anggota DPRD Jombang Maya Novita salah satu pilihan perempuan lewat komunikasi bermedia sosial. Mereka memilih bahkan dijadikan sebagai objek konten untuk mendapatkan pundi-pundi rupiah.
“Berlonten boleh saja, asal yang baik dan dapat memberikan contoh untuk lingkungan dan sekelilingnya, kaum perempuan harus pandai menjaga komunikasi bermedsos dan atau berkonten,” ungkap Maya sapaan akrab wakil rakyat dari Fraksi Golkar kepada redaksi, Kamis (23/2/2023).
Perempuan mesti bisa memilih dn memilah hal-hal yang terbaik dalam bermedia sosial (bermedsos). Selain sebagai perempuan sebagai ibu atau calon seorang ibu harus jadi contoh bagi anak-anak kelak.
“Oleh karena nya wajib memberikan contoh yang baik dalam berkomunikasi, berkonten dan bermedsos,” terang Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan DPD Partai Golkar Jombang itu.
Sebelumnya, anggota DPR RI Komisi I, Nurul Arifin mengatakan Dengan banyaknya konten yang beredar saat ini, tidak sedikit konten yang menjadikan perempuan sebagai obyek.
“Obyektifikasi perempuan ini terjadi akibat budaya patriarki yang sudah tertanam di tengah masyarakat selama ini, sehingga terbawa ke dalam budaya digital,” kata anggota DPR RI Komisi I, Nurul Arifin, dalam Webinar Aptika Kemkominfo (21/2/2023).
Lebih lanjut dia menerangkan akan selalu ada potensi eksploitasi perempuan dalam media massa, dengan menggunakan penggambaran perempuan dalam publikasi media (konten sosial media, iklan, dan sebagainya) untuk meningkatkan perhatian pada media atau produk tertentu.
“Media dikonsumsi oleh jutaan orang di seluruh dunia dan informasi yang disebarkan dapat menghasilkan stereotip dan norma sosial yang membentuk standardisasi terhadap perempuan,” kata Nurul.
Terkait perkembangan teknologi informasi harus memberikan dampak yang positif, termasuk terhadap citra perempuan.
“Dunia digital harus dimanfaatkan untuk mematahkan stigma di tengah masyarakat mengenai budaya patriarki dan obyektifikasi perempuan”, lanjut Nurul
Nurul juga mengharapkan, masyarakat Indonesia dapat memiliki budaya digital yang lebih baik dan lebih sehat, sesuai dengan karakteristik bangsa.
Lebih lanjut Nurul menambahkan bahwa urgensi tindakan kebijakan konkrit diperlukan untuk mendorong partisipasi dan inklusi penuh perempuan dalam ekonomi digital, sekaligus pada saat yang sama mengatasi stereotip dan norma sosial yang mengarah pada diskriminasi terhadap perempuan.
“Kesenjangan gender digital perlu diselesaikan. Tidak ada bagi perempuan mendapat diskriminasi dan stigma negati di dunia digital,” ujar dia.
Secara nasional, indeks literasi digital Indonesia 2022 mendapatkan skor 3,54 dari skala 1-5 atau pada level “sedang”. Indeks tersebut naik 0,05 poin dibanding 2021 yang berada di level 3,49.
Hal itu menunjukkan kemampuan masyarakat dalam menggunakan teknologi informasi dan komunikasi digital secara umum, meski masih rendah terbukti meningkat sejak awal pandemi sampai sekarang.