Penggunaan sistem pemilu 2024 menuai pro dan kontra. Segelintir partai menghendaki penggunaan sistem Pemilu Proporsional tertutup dan sebagian besar Partai peserta Pemilu menghendaki pelaksanaan sistem proporsional terbuka.
Ketua DPD Partai Golkar Jombang, Andik Basuki Rahmat mengatakan penerapan sistem proporsional terbuka membuka kesempatan semua orang untuk menjadi wakil rakyat. Jumlah suara terbanyak calon yang dipilih oleh pemilih menunjukkan aspirasi jujur masyarakat.
Rakyat bisa memilih calonnya secara bebas berdasar rekam jejak calon. Sementara calon berhak memilih kendaraan politik partai untuk mengikuti Pemilu. Tidak benar, jika butuh biaya besar untuk jadi wakil rakyat. Karena setiap partai memiliki strategi untuk memenangkan setiap kadernya.
“Untuk menjadi anggota dewan tidak perlu biaya mahal,” ujar Andik sapaan akrab pimpinan Partai berlambang Pohon Beringin itu, Selasa (10/1/2023).
Golkar memiliki basis solid untuk menyambut Pemilu 2024. Selain memiliki sejarah kuat dalam percaturan politik Indonesia, Golkar telah menancapkan basis sampai ke tingkat akar rumput.
“Golkar punya basis massa loyal, Golkar selama ini dekat dengan rakyat, dan Golkar sudah punya pengurus sampai level Rukun Tetangga,” ungkap pentolan Partai bernomor urut 4 itu.
Perlu diketahui, Sistem proporsional terbuka merupakan putusan MK pada tanggal 23 Desember 2008 yang menyatakan bahwa pasal 214 huruf a, b, c, d, dan e tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dengan begitu, MK menyatakan bahwa sistem pemilu yang digunakan adalah sistem suara terbanyak.
“Keputusan MK itu sudah benar. Buktinya, sudah dipakai berulang kali dalam pemilu kita. Setidaknya pada pemilu 2009, 2014, dan 2019. Sejauh ini tidak ada kendala apa pun. Masyarakat menerimanya dengan baik. Partisipasi politik anggota masyarakat juga tinggi. Sebab, dengan sistem itu, siapa pun berpeluang untuk menang. Tidak hanya yang menempati nomor urut teratas,” ujar Anggota DPR RI, Saleh Partaonan Daulay dalam keterangan persnya yang diterima Parlementaria, seperti dilansir dalam dpr.go.id, Jumat (30/12/2022).
Saleh pun sependapat dengan argumen Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi bahwa sistem penetapan anggota legislatif berdasarkan nomor urut bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat yang dijamin konstitusi. Hal tersebut merupakan pelanggaran atas kedaulatan rakyat. Sebab, kehendak rakyat yang tergambar dari pilihan mereka tidak diindahkan dalam penetapan anggota legislatif.